Sabtu, 06 Oktober 2012

WABAH KORUPSI MENJALAR KE LEMBAGA LEGISLATIF

Sebagai sebuah Negara tentunya indonesia memiliki tujuan, sebagaimana termaktub dalam dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.   
Namun beragam persoalan yang tengah dialami bangsa Indonesia saat ini, pasca reformasi, apa yang menjadi tujuan dari Negara yaitu mensejahterakan, mencerdaskan rakyat nyatanya masih jauh panggang dari api, bahkan yang lebih menyakitkan hati rakyat adalah menyaksikan penghianatan oleh wakil-wakilnya yang dipilih langsung melalui pemilihan umum, padahal ketika masa kampanye rakyat dikenyangkan dengan janji-janji, yang berhasil menarik simpatik dari rakyat. Berbagai pemberitaan mengenai nasib bangsa yang semakin hari semakin tenggelam dan semakin terpuruk.
Faktor utama penyebab dari semakin parahnya kondisi bangsa adalah mewabahnya salah satu penyakit yang sudah menjalar kemana-mana, bahkan menjangkiti para anggota legislator yang seharusnya menjadi wakil rakyat, membuat legislasi yang pro-rakyat, namun yang terjadi malah sebaliknya, mereka berlindung dibalik jubah lembaga legislatif yang bernama DPR, wabah itu adalah “KORUPSI”
Catatan Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) selama ta­hun 2007 ada 2 orang yang ter­jerat korupsi, 7 orang pada 2008, 8 orang pada 2009, 27 orang pada 2010, 5 orang pada 2011 dan sam­pai April 2012 ini 4 orang. Dari jumlah tersebut ada nama po­litisi yang disebut dua kali ka­rena terlibat dalam dua kasus ko­rupsi yang berbeda seperti Ham­ka Yandhu, Anthony Zeidra Abi­din, dan Sofyan Usman. Kasus-kasus korupsi yang me­libatkan anggota parlemen itu didominasi kasus suap. Misalnya, sebanyak 30 anggota DPR pe­riode 1999-2004 terjerat kasus suap cek pelawat pemilihan De­wan Guber­nur Senior BI. Kasus cek pelawat ini terjadi pada 2004 yang terung­kap karena nyanyian bekas ang­gota Komisi IX DPR dari PDIP, Agus Condro pada 2008 ke KPK. Lalu, ada juga ka­sus suap terkait alih fungsi hutan lindung dan pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu Kementerian Ke­hu­tanan tahun 2007-2006Kasus ini menjerat anggota Ko­misi IV DPR tahun 2004-2009. Sebanyak 50 anggota Ko­misi IV DPR tahun 2004-2009 di­duga menerima suap terkait alih fungsi hutan lindung menjadi Pe­labuhan Tanjung Api-Api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun, hanya 6 anggota Komisi IV DPR 2004-2009 yang terbukti di Pengadilan Tipikor pada tahun 2008, menerima suap alih fungsi hutan lindung dan SKRT Dephut.
Teranyar, KPK tengah mem­proses indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan proyek Wisma Atlet SEA Games senilai Rp 191 miliar. Pengadaan proyek ini setidaknya melibatkan DPR, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta pemerintah dae­rah. Muhammad Nazaruddin, te­lah divonis 4 tahun 10 bulan se­dangkan Angelina Sondakh, ang­gota Fraksi Partai Demokrat, te­lah ditetapkan sebagai tersangka.
Mengapa anggota DPR rentan korupsi? karena anggota DPR mempunyai  kekuatan yang sangat dominan disamping tugas pokok sebagai lembaga legislasi, pengawasan dan anggaran. Ini membuat banyak transaksi saat mereka membuat  Undang-Undang. Bahkan perubahan (amandemen) UUD NRI tahun 1945 yang ke-empat, seolah membatasi kekuasaan Presiden namun Tirani DPR dimulai.Becermin dari kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Teten menilai, korupsi di DPR sudah amat memprihatinkan. Dari kasus itu terlihat, anggota DPR ikut mengatur pelaksanaan proyek di kementerian atau lembaga dan kemudian mendapatkan uang dari kegiatan itu. Menurut sebastian Korupsi di DPR sekarang dilakukan dengan memborong berbagai proyek di APBN. Sejumlah calo memberikan uang kepada pejabat di kementerian atau lembaga untuk mendapatkan sejumlah proyek. Uang itu juga diberikan kepada sejumlah anggota DPR agar mereka menyetujui sejumlah proyek. Dalam kondisi ini, lelang hanya menjadi formalitas
Tentunya sangatlah sulit untuk mengatasi wabah korupsi ini, mengingat yang melakukannya adalah para penyelenggara Negara, apalagi dilakukan secara terorganisir, bahkan kolektifitas, yang seharusnya kolektifitas dalam kebaikan tapi malah kolektifitas dalam melakukan kejahatan yang luar biasa (korupsi). Sudah menjadi rahasia umum bahwa para koruptor merampok uang Negara yang sama saja merampok hak-hak masyarakat, merampas harta milik masyarakat.
Korupsi bahkan menjadi sesuatu yang membanggakan bagi koruptor, kita menyaksikan betapa mereka tidak takut akan hukumannya, karena sangatlah ringan, beberapa kasus korupsi yang sudah diputuskan pengadilan, rata-rata hukumannya adalah 2 tahun setengah, sangatlah ironis dibandingkan dengan hukuman pencurian biasa yang dalam KUHAP pasal 362 yang hukumannya selama 5 tahun.
Penyakit korupsi di Indonesia sudah mewabah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu sudah saatnya di berantas dengan cepat, agar penyakit korupsi tidak menular di segala aspek kehidupan secara universal. Sebab kalau penyakit korupsi di biarkan, tentu tidak menutup kemungkinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tinggal menunggu hitungan waktu menuju sebuah lubang kehancuran. Karena tidak ada sebuah bangsa abadi di alam semesta, semua punya umur dan jangka waktu dalam membangun sebuah peradaban bangsa.
Ini akan menjadi BOM waktu bagi bangsa Indonesia yang bisa meledak kapan saja, bahkan efek terburuknya adalah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya bangsa Indonesia akan tutup usia, jika persoalan korupsi ini tidak serius ditangani, karena mengingat bahwa korupsi adalah salah satu extra ordinary crime, seharusnya pemerintah juga harus melakukan usaha yang sangat ekstra untuk mengatasi wabah penyakit “korupsi”. Karena jika tidak, maka legislatif yang korup menyuburkan sinisme.sebagai contoh berbagai skandal korupsi yang terus terbongkar di Eropa Barat merangsang munculnya kekuatan politik partai-partai ekstrem kiri dan kanan. Partaipartai politik ekstrem ini mendapat manfaat dari aib yang dibuat oleh anggota legislatif yang terpilih dan melakukan tindakan korupsi.
Melihat akhir-akhir ini wabah korupsi sudah menjalar ke lembaga legislasi, maka menurut saya perlu dilakukan satu tindakan tegas terhadap anggota DPR yang terlibat korupsi, bahkan sebelum menjadi anggota DPR seharusnya partai politik yang berpartisipasi dalam pemilihan anggota legislatif tidak sembarangan untuk memilih calon, bukan dari sisi pendidikan saja, namun perlu diperhatikan juga persoalan moral dari bakal calon. Jika sudah terpilih dan melakukan korupsi maka harus ditindak tegas terhadap partai politik yang mengusungnya, walaupun tergolong ekstrim, mungkin mahkamah konstitusi bisa membubarkan partai politik tersebut, dengan kuota apabila lebih dari 3 orang anggota partai politik tersebut terbukti terlibat korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar