Sebagai sebuah Negara
tentunya indonesia memiliki tujuan, sebagaimana termaktub dalam dalam alenia
keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahtetaan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Namun beragam persoalan
yang tengah dialami bangsa Indonesia saat ini, pasca reformasi, apa yang
menjadi tujuan dari Negara yaitu mensejahterakan, mencerdaskan rakyat nyatanya
masih jauh panggang dari api, bahkan yang lebih menyakitkan hati rakyat adalah
menyaksikan penghianatan oleh wakil-wakilnya yang dipilih langsung melalui
pemilihan umum, padahal ketika masa kampanye rakyat dikenyangkan dengan
janji-janji, yang berhasil menarik simpatik dari rakyat. Berbagai pemberitaan
mengenai nasib bangsa yang semakin hari semakin tenggelam dan semakin terpuruk.
Faktor utama penyebab
dari semakin parahnya kondisi bangsa adalah mewabahnya salah satu penyakit yang
sudah menjalar kemana-mana, bahkan menjangkiti para anggota legislator yang
seharusnya menjadi wakil rakyat, membuat legislasi yang pro-rakyat, namun yang
terjadi malah sebaliknya, mereka berlindung dibalik jubah lembaga legislatif
yang bernama DPR, wabah itu adalah “KORUPSI”
Catatan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2007 ada 2 orang yang terjerat
korupsi, 7 orang pada 2008, 8 orang pada 2009, 27 orang pada 2010, 5 orang pada
2011 dan sampai April 2012 ini 4 orang. Dari jumlah tersebut ada nama politisi
yang disebut dua kali karena terlibat dalam dua kasus korupsi yang berbeda
seperti Hamka Yandhu, Anthony Zeidra Abidin, dan Sofyan Usman. Kasus-kasus
korupsi yang melibatkan anggota parlemen itu didominasi kasus suap. Misalnya,
sebanyak 30 anggota DPR periode 1999-2004 terjerat kasus suap cek pelawat
pemilihan Dewan Gubernur Senior BI. Kasus cek pelawat ini terjadi pada 2004
yang terungkap karena nyanyian bekas anggota Komisi IX DPR dari PDIP, Agus
Condro pada 2008 ke KPK. Lalu, ada juga kasus suap terkait alih fungsi hutan
lindung dan pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu Kementerian Kehutanan
tahun 2007-2006Kasus ini menjerat anggota Komisi IV DPR tahun 2004-2009.
Sebanyak 50 anggota Komisi IV DPR tahun 2004-2009 diduga menerima suap
terkait alih fungsi hutan lindung menjadi Pelabuhan Tanjung Api-Api, Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun, hanya 6 anggota Komisi IV DPR 2004-2009
yang terbukti di Pengadilan Tipikor pada tahun 2008, menerima suap alih fungsi
hutan lindung dan SKRT Dephut.
Teranyar,
KPK tengah memproses indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan
proyek Wisma Atlet SEA Games senilai Rp 191 miliar. Pengadaan proyek ini
setidaknya melibatkan DPR, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta pemerintah
daerah. Muhammad Nazaruddin, telah divonis 4 tahun 10 bulan sedangkan
Angelina Sondakh, anggota Fraksi Partai Demokrat, telah ditetapkan sebagai
tersangka.
Mengapa
anggota DPR rentan korupsi? karena anggota DPR mempunyai kekuatan yang sangat dominan disamping tugas
pokok sebagai lembaga legislasi, pengawasan dan anggaran. Ini membuat banyak
transaksi saat mereka membuat
Undang-Undang. Bahkan perubahan (amandemen) UUD NRI tahun 1945 yang
ke-empat, seolah membatasi kekuasaan Presiden namun Tirani DPR dimulai.Becermin
dari kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Teten
menilai, korupsi di DPR sudah amat memprihatinkan. Dari kasus itu terlihat,
anggota DPR ikut mengatur pelaksanaan proyek di kementerian atau lembaga dan
kemudian mendapatkan uang dari kegiatan itu. Menurut sebastian Korupsi di DPR
sekarang dilakukan dengan memborong berbagai proyek di APBN. Sejumlah calo
memberikan uang kepada pejabat di kementerian atau lembaga untuk mendapatkan
sejumlah proyek. Uang itu juga diberikan kepada sejumlah anggota DPR agar
mereka menyetujui sejumlah proyek. Dalam kondisi ini, lelang hanya menjadi
formalitas
Tentunya sangatlah
sulit untuk mengatasi wabah korupsi ini, mengingat yang melakukannya adalah
para penyelenggara Negara, apalagi dilakukan secara terorganisir, bahkan
kolektifitas, yang seharusnya kolektifitas dalam kebaikan tapi malah
kolektifitas dalam melakukan kejahatan yang luar biasa (korupsi). Sudah menjadi
rahasia umum bahwa para koruptor merampok uang Negara yang sama saja merampok
hak-hak masyarakat, merampas harta milik masyarakat.
Korupsi bahkan menjadi
sesuatu yang membanggakan bagi koruptor, kita menyaksikan betapa mereka tidak
takut akan hukumannya, karena sangatlah ringan, beberapa kasus korupsi yang
sudah diputuskan pengadilan, rata-rata hukumannya adalah 2 tahun setengah,
sangatlah ironis dibandingkan dengan hukuman pencurian biasa yang dalam KUHAP
pasal 362 yang hukumannya selama 5 tahun.
Penyakit korupsi di
Indonesia sudah mewabah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu sudah
saatnya di berantas dengan cepat, agar penyakit korupsi tidak menular di segala
aspek kehidupan secara universal. Sebab kalau penyakit korupsi di biarkan,
tentu tidak menutup kemungkinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tinggal
menunggu hitungan waktu menuju sebuah lubang kehancuran. Karena tidak ada
sebuah bangsa abadi di alam semesta, semua punya umur dan jangka waktu dalam
membangun sebuah peradaban bangsa.
Ini akan menjadi BOM waktu bagi
bangsa Indonesia yang bisa meledak kapan saja, bahkan efek terburuknya adalah
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya bangsa Indonesia akan
tutup usia, jika persoalan korupsi ini tidak serius ditangani, karena mengingat
bahwa korupsi adalah salah satu extra
ordinary crime, seharusnya pemerintah juga harus melakukan usaha yang
sangat ekstra untuk mengatasi wabah penyakit “korupsi”. Karena jika tidak, maka
legislatif yang korup menyuburkan sinisme.sebagai
contoh berbagai skandal korupsi yang terus terbongkar di Eropa Barat merangsang
munculnya kekuatan politik partai-partai ekstrem kiri dan kanan. Partaipartai
politik ekstrem ini mendapat manfaat dari aib yang dibuat oleh anggota
legislatif yang terpilih dan melakukan tindakan korupsi.
Melihat akhir-akhir ini
wabah korupsi sudah menjalar ke lembaga legislasi, maka menurut saya perlu
dilakukan satu tindakan tegas terhadap anggota DPR yang terlibat korupsi,
bahkan sebelum menjadi anggota DPR seharusnya partai politik yang
berpartisipasi dalam pemilihan anggota legislatif tidak sembarangan untuk
memilih calon, bukan dari sisi pendidikan saja, namun perlu diperhatikan juga
persoalan moral dari bakal calon. Jika sudah terpilih dan melakukan korupsi
maka harus ditindak tegas terhadap partai politik yang mengusungnya, walaupun
tergolong ekstrim, mungkin mahkamah konstitusi bisa membubarkan partai politik
tersebut, dengan kuota apabila lebih dari 3 orang anggota partai politik
tersebut terbukti terlibat korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar