Minggu, 21 Oktober 2012

 PERBANDINGAN KONSTITUSI INDONESIA DAN IRLANDIA 
A.    Konstitusi di Indonesia (UUD NRI Tahun 1945)
Konstitusi atau UUD pada hakikatnya adalah sebuah kontrak yang menjamin hak kedua belah pihak yakni hak kewenangan politik penyelenggara Negara, dan hak kebebasan warga masyarakat. Dalam perjalanan negara Indonesia UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 oleh badan penyelidikan usaha kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Radjieman Wedyodiningrat. Tugas utamanya adalah menyusun undang- undang sebagai salah satu persiapan untuk membentuk Negara yang merdeka, namun anggota lembaga ini sibuk mengusung ideologinya masing-masing  ketika membicarakan masalah ideologi Negara, akibatnya pembahasan tentang rancangan undang-undang dasar menjadi terbengkalai, maka BPUPKI dalam sidang pertamanya membentuk panitia kecil untuk merumuskan UUD yang diberi nama panitia sembilan[1]
Pada tanggal 22 juni 1945, panitia sembilan ini berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah mukaddimah UUD yang kemudian diterima dalang sidang II BPUPKI tanggal 11 juli 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara Indonesia ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh komite Nasional Indonesia Pusat yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara moderen, karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945[2].
UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan yaitu perubahan pertama pada tahun 1999, perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun 2001 dan perubahan keempat pada tahun 2002. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang telah terjadi atas UUD 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan sebagai UUD 1945[3].
Perubahan konstitusi dipandang sebagai suatu kebutuhan dan agenda yang perlu dilakukan mengingat adanya pandangan dari berbagai kalngan yang menganggap bahwa keberadaan UUD 1945 sudah tidak mampu menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan harapan masyarakat, belum menyelenggarakan good governance  dan belum mendukung praktik-praktik demokrasi dan pengakuan Hak Asasi Manusia (HAM).  Alasan lain yang dapat dijadikan dasar pertimbangan perlunya mengamandemen UUD 1945, karena secara historis UUD 1945 memang didesain oleh para pendiri Negara sebagai konstitusi yang bersifat sementara dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa. Secara filosofis ide dasar dan substansi UUD 1945 telah mencampuradukkan antara kedaulatan rakyat dengan paham integralistik. Padahal antara keduanya bertolak belakang, bahkan paham integralistiklah yang telah memberangus demokratisasi di Indonesia.
Kemudian secara yuridis, karena UUD 1945 sendiri telah mengatur prinsip dan mekanisme perubahan konstitusi (pasal 37). Adapun dasar pertimbangan praktis-politisnya sesuai dengan sinyalemen Mochtar Pabottinggi bahwa konstitusi/UUD 1945-nya sudah lama tidak dijalankan secara murni dan konsekuen[4]. Lebih lanjut Adnan Buyung Nasution dalam desertasinya menyatakan “pemerintahan yang konstitusional itu bukanlah pemerintahan yang sekedar sesuai dengan bunyi pasal-pasal konstitusi yang memang menurut esensi konstitusionalisme[5].
Adapun secara prosedurnya perubahan atau amandemen UUD yang sudah diatur dalam pasal 37 UUD NRI 1945 antara lain :
1.      Usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
2.      Setiap usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk dirubah beserta alasannya
3.      Untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR
4.      Putusan mengubah pasal-pasal undang-undang dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota MPR[6].
B.     Konstitusi Irlandia
Republik Irlandia merupakan ilustrasi yang sangat bagus tentang perubahan administrasi publik di negara-negara demokrasi liberal yang dapat menjadi contoh pembelajaran bagi negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Sebagai negara yang menerapkan sistem perekonomian terbuka, Irlandia mendapat pengaruh yang sangat besar dari dan terlibat sepenuhnya dalam proses globalisasi, terutama sejak bergabungnya negara tersebut ke dalam Uni Eropa. Dipengaruhi oleh percaturan ekonomi politik internasional itu, Irlandia melakukan perubahan kebijakan yang substansial untuk memperkuat perekonomian serta daya saingnya di pasar internasional, terutama sejak dekade 1950-an.
Secara historis, perkembangan administrasi publik Irlandia dan dinamika politik secara umum tidak dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengaruh Inggris yang menjajahnya sampai dengan tahun 1922 setelah ditandatanganinya Anglo Irish Treaty pada tahun 1921. Pengaruh Inggris antara lain dapat dilihat dari format konstitusional yang mengadopsi demokrasi parlementer dengan model Westminster-nya. Garis kepartaian juga telah bergerak ke arah yang lebih modern dengan: hampir secara total meninggalkan identitas kelas, bahasa, agama atau etnis.
Ketika menjelma menjadi negara merdeka pada 1922, Republik Irlandia mewarisi aparat administratif dan beberapa institusi pemerintah dari Inggris. Pemerintah Inggris juga telah berusaha keras untuk membenahi aspek organisasi dan staf pemerintah. Tetapi, era setelah kemerdekaan merupakan era yang penuh perubahan. Dari aspek konstitusi, Irlandia pernah memiliki 3 konstitusi sepanjang sejarahnya, yakni Konstitusi Tahun 1919, Tahun 1922 dan terakhir Tahun 1937 sebelum munculnya sebuah Undang-Undang Tahun 1948 yang memformalkan Irlandia sebagai sebuah Republik. Dalam Undang-Undang baru yang dikenal dengan Bunreacht na hEireann itu diatur beberapa hal berikut[7]:
1.      Negara Irlandia adalah sebuah Republik berdaulat yang dipimpin oleh seorang kepala Negara yang dipilih tetapi tidak menjalankan kekuasaan eksekutif;
  1. Negara yang berbentuk kesatuan di mana parlemen merupakan lembaga pembuat UU tertinggi namun selalu tunduk pada Konstitusi;
  2. Adanya asas pemisahan kekuasaan atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan fungsi yang terbatas dan saling berbeda;
  3. Sistem Bikameral, yang terdiri dari Oireachtas (yang terdiri dari Majelis Tinggi Seanad Eireann, dan Dail Eireann) bersama Presiden;
  4. Pemerintah, yang bertugas menjalankan fungsi eksekutif berdasarkan konstitusi dan hukum; dan
  5. Sistem peradilan yang independen yang menjalankan kekuasaan peradilan yang dilengkapi oleh sebuah Mahkamah Agung.
Berdasarkan konstitusi tersebut, penyelenggaraan pemerintahan harian dipimpin oleh Perdana Menteri yang dibantu oleh 15 menteri dan 17 menteri negara, sedangkan presiden hanya menjalankan fungsi seremonial seperti mengangkat atau membubarkan Dail Eireann, menandatangani suatu RUU setelah mendapat persetujuan parlemen, dan mengajukan RUU tersebut kepada MA untuk mendapatkan pengesyahan. Hanya presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 7 tahun, dan maksimum selama 2 periode. Presiden juga berfungsi memberikan nasihat kepada pemerintah. Dengan kekuasaan dan fungsi yang agak terbatas itu, presiden relatif independen terhadap pemerintah[8].
Parlemen sendiri yang dikenal dengan Oireachtas terdiri dari presiden dan 2 majelis: Dail Eireann dan  Seanad Eireann. Berdasarkan sistem Westminster, Seanad Eireann merupakan Majelis Tinggi yang terdiri dari 60 anggota di mana 43 di antaranya dipilih melalui panel, Perdana Menteri memilih 11 orang, dan para sarjana memilih 6 orang. Fungsi utama Majelis Tinggi adalah meninjau kembali produk UU yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Rendah di samping bisa juga mengusulkan UU. Dengan demikian, fungsi Majelis Tinggi relatif sangat terbatas.
Dalam sistem parlementer, para anggota dibagi ke dalam beberapa komisi untuk keseluruhan proses parlemen. Sistem ini, proses legislasi menjadi lebih tajam dan cermat. Pembahasan anggaran misalnya dapat dilakukan secara lebih efektif dalam komisi kecil ketimbang dalam sidang pleno. Di dalam sidang Komisi dimungkinkan untuk mereka yang independen dan para volunter untuk mempresentasikan usulannya atau mengusulkannya secara tertulis. Para anggota dituntut untuk memiliki kompetensi di dalam area kebijakan tertentu[9].
Irlandia menyadari sepenuhnya akan berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya, terutama dalam interaksinya dengan Uni Eropa, sehingga disepakati bahwa perlu dilakukan perubahan dan reinterpretasi terhadap konstitusi secara terus menerus. Dalam proses perubahan tersebut, “keterlibatan masyarakat” sangat penting melalui mekanisme “Referendum”, kadang – kadang amandemen diusulkan benar-benar diserahkan kepada rakyat setelah disampaikan oleh legislatif[10], walaupun perubahan tersebut bukan satu-satunya sumber perubahan sosial. Keterlibatan negara itu di dalam Uni Eropa sendiri sudah menjadi sumber perubahan sosial yang teramat penting melalui introduksi berbagai kerangka kebijakan atau aturan hukum baru yang harus diadopsi dan diterjemahkan ke dalam dinamika politik pemerintahan dalam negeri.

C.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan perbandingan konstitusi antara Indonesia dan Irlandia sebagai berikut :
Nama Negara
Sifat Konstitusi
Lembaga yang berwenang mengubah konstitusi
Inisiatif perubahan konstitusi
Klasifikasi konstitusi
Indonesia
Rigid
Parlemen (MPR)
Parlemen
Kesatuan
Irlandia
Rigid
Disampaikan oleh legislatif
Legislatif dan disampaikan kepada masyarakat yang kemudian melalui mekanisme referendum
Republik





DAFTAR RUJUKAN
Anam, Khoirul, 2011, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Jogjakarta : Inti Media,

http//id.wikipedia.org/wiki/Undang_undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945

Hamidi, Jazim dan Malik, 2009, Hukum Perbandingan Konstitusi, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher,

Thaib, Dahlan, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, 1999, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,


Antonius Tarigan, Perubahan Administrasi Publik Case: The Republic of Ireland (Neil Collins & Mary O’Shea), Makalah

Wheare, K.C., 2005 Modern Constitution, diterjemahkan oleh Muhammad Hardani ,Konstitusi-konstitusi Modern, Surabaya : Pustaka Eureka





[1] Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Jogjakarta : Inti Media, 2011, hlm 141
[2] http//id.wikipedia.org/wiki/Undang_undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
[3] Jazim Hamidi dan Malik, Hukum Perbandingan Konstitusi, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2009, hlm150-151
[4] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm 147
[5] Ibid, hlm 146
[6] Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Op.cit , hlm 141
[7] Antonius Tarigan, Perubahan Administrasi Publik Case: The Republic of Ireland (Neil Collins & Mary O’Shea), Makalah hlm 1

[8] Ibid
[9] Ibid
[10] K.C. Wheare,  Modern Constitution, diterjemahkan oleh Muhammad Hardani ,Konstitusi-konstitusi Modern, Surabaya : Pustaka Eureka, hlm 133 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar