PERBANDINGAN KONSTITUSI INDONESIA DAN IRLANDIA
A.
Konstitusi
di Indonesia (UUD NRI Tahun 1945)
Konstitusi atau UUD pada hakikatnya
adalah sebuah kontrak yang menjamin hak kedua belah pihak yakni hak kewenangan
politik penyelenggara Negara, dan hak kebebasan warga masyarakat. Dalam
perjalanan negara Indonesia UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 oleh badan
penyelidikan usaha kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Radjieman
Wedyodiningrat. Tugas utamanya adalah menyusun undang- undang sebagai salah
satu persiapan untuk membentuk Negara yang merdeka, namun anggota lembaga ini
sibuk mengusung ideologinya masing-masing
ketika membicarakan masalah ideologi Negara, akibatnya pembahasan
tentang rancangan undang-undang dasar menjadi terbengkalai, maka BPUPKI dalam
sidang pertamanya membentuk panitia kecil untuk merumuskan UUD yang diberi nama
panitia sembilan[1].
Pada tanggal 22 juni 1945, panitia
sembilan ini berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah
mukaddimah UUD yang kemudian diterima dalang sidang II BPUPKI tanggal 11 juli
1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli
1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21
orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara Indonesia ditetapkan oleh PPKI pada
hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh komite
Nasional Indonesia Pusat yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Dengan
demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara moderen, karena telah
memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945[2].
UUD 1945 telah mengalami empat kali
perubahan yaitu perubahan pertama pada tahun 1999, perubahan kedua pada tahun
2000, perubahan ketiga pada tahun 2001 dan perubahan keempat pada tahun 2002.
Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami
perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat
mendasar. Secara substantif, perubahan yang telah terjadi atas UUD 1945 telah
menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi konstitusi yang baru sama sekali,
meskipun tetap dinamakan sebagai UUD 1945[3].
Perubahan konstitusi dipandang sebagai
suatu kebutuhan dan agenda yang perlu dilakukan mengingat adanya pandangan dari
berbagai kalngan yang menganggap bahwa keberadaan UUD 1945 sudah tidak mampu
menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan harapan masyarakat, belum
menyelenggarakan good governance dan
belum mendukung praktik-praktik demokrasi dan pengakuan Hak Asasi Manusia
(HAM). Alasan lain yang dapat dijadikan
dasar pertimbangan perlunya mengamandemen UUD 1945, karena secara historis UUD
1945 memang didesain oleh para pendiri Negara sebagai konstitusi yang bersifat
sementara dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa. Secara filosofis ide dasar
dan substansi UUD 1945 telah mencampuradukkan antara kedaulatan rakyat dengan
paham integralistik. Padahal antara keduanya bertolak belakang, bahkan paham
integralistiklah yang telah memberangus demokratisasi di Indonesia.
Kemudian secara yuridis, karena UUD 1945
sendiri telah mengatur prinsip dan mekanisme perubahan konstitusi (pasal 37).
Adapun dasar pertimbangan praktis-politisnya sesuai dengan sinyalemen Mochtar
Pabottinggi bahwa konstitusi/UUD 1945-nya sudah lama tidak dijalankan secara
murni dan konsekuen[4].
Lebih lanjut Adnan Buyung Nasution dalam desertasinya menyatakan “pemerintahan
yang konstitusional itu bukanlah pemerintahan yang sekedar sesuai dengan bunyi
pasal-pasal konstitusi yang memang menurut esensi konstitusionalisme[5].
Adapun secara prosedurnya perubahan atau
amandemen UUD yang sudah diatur dalam pasal 37 UUD NRI 1945 antara lain :
1. Usul
perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya
1/3 dari jumlah anggota MPR
2. Setiap
usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan
ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk dirubah beserta alasannya
3. Untuk
mengubah pasal-pasal undang-undang dasar sidang MPR dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR
4. Putusan
mengubah pasal-pasal undang-undang dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota MPR[6].
B.
Konstitusi
Irlandia
Republik Irlandia merupakan ilustrasi yang
sangat bagus tentang perubahan administrasi publik di negara-negara demokrasi
liberal yang dapat menjadi contoh pembelajaran bagi negara-negara berkembang
khususnya Indonesia. Sebagai negara yang menerapkan sistem perekonomian
terbuka, Irlandia mendapat pengaruh yang sangat besar dari dan terlibat
sepenuhnya dalam proses globalisasi, terutama sejak bergabungnya negara
tersebut ke dalam Uni Eropa. Dipengaruhi oleh percaturan ekonomi politik
internasional itu, Irlandia melakukan perubahan kebijakan yang substansial
untuk memperkuat perekonomian serta daya saingnya di pasar internasional,
terutama sejak dekade 1950-an.
Secara historis, perkembangan
administrasi publik Irlandia dan dinamika politik secara umum tidak dapat
melepaskan diri sepenuhnya dari pengaruh Inggris yang menjajahnya sampai dengan
tahun 1922 setelah ditandatanganinya Anglo Irish Treaty pada tahun 1921. Pengaruh Inggris antara lain dapat dilihat dari format
konstitusional yang mengadopsi demokrasi parlementer dengan model Westminster-nya. Garis
kepartaian juga telah bergerak ke arah yang lebih modern dengan: ”hampir
secara total meninggalkan identitas kelas, bahasa, agama atau etnis”.
Ketika menjelma menjadi negara merdeka
pada 1922, Republik Irlandia mewarisi aparat administratif dan beberapa
institusi pemerintah dari Inggris. Pemerintah Inggris juga telah berusaha keras
untuk membenahi aspek organisasi dan staf pemerintah. Tetapi, era setelah
kemerdekaan merupakan era yang penuh perubahan. Dari aspek konstitusi, Irlandia
pernah memiliki 3 konstitusi sepanjang sejarahnya, yakni Konstitusi Tahun 1919,
Tahun 1922 dan terakhir Tahun 1937 sebelum munculnya sebuah Undang-Undang Tahun
1948 yang memformalkan Irlandia sebagai sebuah Republik. Dalam Undang-Undang
baru yang dikenal dengan Bunreacht na hEireann itu diatur
beberapa hal berikut[7]:
1. Negara
Irlandia adalah sebuah Republik berdaulat yang dipimpin oleh seorang kepala
Negara yang dipilih tetapi tidak menjalankan kekuasaan eksekutif;
- Negara
yang berbentuk kesatuan di mana parlemen merupakan lembaga pembuat UU
tertinggi namun selalu tunduk pada Konstitusi;
- Adanya
asas pemisahan kekuasaan atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan
fungsi yang terbatas dan saling berbeda;
- Sistem
Bikameral, yang terdiri dari Oireachtas (yang terdiri dari Majelis
Tinggi Seanad Eireann, dan Dail Eireann) bersama Presiden;
- Pemerintah,
yang bertugas menjalankan fungsi eksekutif berdasarkan konstitusi dan
hukum; dan
- Sistem
peradilan yang independen yang menjalankan kekuasaan peradilan yang
dilengkapi oleh sebuah Mahkamah Agung.
Berdasarkan konstitusi tersebut,
penyelenggaraan pemerintahan harian dipimpin oleh Perdana Menteri yang dibantu
oleh 15 menteri dan 17 menteri negara, sedangkan presiden hanya menjalankan
fungsi seremonial seperti mengangkat atau membubarkan Dail Eireann,
menandatangani suatu RUU setelah mendapat persetujuan parlemen, dan mengajukan
RUU tersebut kepada MA untuk mendapatkan pengesyahan. Hanya presiden yang
dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 7 tahun, dan maksimum
selama 2 periode. Presiden juga berfungsi memberikan nasihat kepada pemerintah.
Dengan kekuasaan dan fungsi yang agak terbatas itu, presiden relatif independen
terhadap pemerintah[8].
Parlemen sendiri yang dikenal dengan
Oireachtas terdiri dari presiden dan 2 majelis: Dail Eireann dan Seanad Eireann. Berdasarkan
sistem Westminster, Seanad Eireann merupakan Majelis Tinggi yang
terdiri dari 60 anggota di mana 43 di antaranya dipilih melalui panel, Perdana
Menteri memilih 11 orang, dan para sarjana memilih 6 orang. Fungsi utama
Majelis Tinggi adalah meninjau kembali produk UU yang sudah dikeluarkan oleh
Majelis Rendah di samping bisa juga mengusulkan UU. Dengan demikian, fungsi
Majelis Tinggi relatif sangat terbatas.
Dalam sistem parlementer, para anggota
dibagi ke dalam beberapa komisi untuk keseluruhan proses parlemen. Sistem ini,
proses legislasi menjadi lebih tajam dan cermat. Pembahasan anggaran misalnya
dapat dilakukan secara lebih efektif dalam komisi kecil ketimbang dalam sidang
pleno. Di dalam sidang Komisi dimungkinkan untuk mereka yang independen dan
para volunter untuk mempresentasikan usulannya atau mengusulkannya secara
tertulis. Para anggota dituntut untuk memiliki kompetensi di dalam area
kebijakan tertentu[9].
Irlandia menyadari
sepenuhnya akan berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya, terutama dalam
interaksinya dengan Uni Eropa, sehingga disepakati bahwa perlu dilakukan
perubahan dan reinterpretasi terhadap konstitusi secara terus menerus. Dalam
proses perubahan tersebut, “keterlibatan masyarakat” sangat penting melalui
mekanisme “Referendum”, kadang – kadang amandemen diusulkan benar-benar
diserahkan kepada rakyat setelah disampaikan oleh legislatif[10],
walaupun perubahan tersebut bukan satu-satunya sumber perubahan sosial.
Keterlibatan negara itu di dalam Uni Eropa sendiri sudah menjadi sumber
perubahan sosial yang teramat penting melalui introduksi berbagai kerangka
kebijakan atau aturan hukum baru yang harus diadopsi dan diterjemahkan ke dalam
dinamika politik pemerintahan dalam negeri.
C.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat disimpulkan perbandingan konstitusi antara Indonesia
dan Irlandia sebagai berikut :
Nama Negara
|
Sifat Konstitusi
|
Lembaga yang berwenang mengubah konstitusi
|
Inisiatif perubahan konstitusi
|
Klasifikasi konstitusi
|
Indonesia
|
Rigid
|
Parlemen (MPR)
|
Parlemen
|
Kesatuan
|
Irlandia
|
Rigid
|
Disampaikan oleh legislatif
|
Legislatif dan disampaikan kepada masyarakat yang
kemudian melalui mekanisme referendum
|
Republik
|
DAFTAR
RUJUKAN
Anam, Khoirul,
2011, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Jogjakarta : Inti Media,
http//id.wikipedia.org/wiki/Undang_undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
Hamidi, Jazim
dan Malik, 2009, Hukum Perbandingan
Konstitusi, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher,
Thaib, Dahlan,
Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, 1999, Teori
dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Antonius
Tarigan, Perubahan
Administrasi Publik Case: The Republic of Ireland (Neil Collins & Mary O’Shea), Makalah
Wheare, K.C., 2005 Modern Constitution, diterjemahkan oleh
Muhammad Hardani ,Konstitusi-konstitusi
Modern, Surabaya : Pustaka Eureka
[1] Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Untuk Perguruan Tinggi, Jogjakarta : Inti Media, 2011, hlm 141
[2]
http//id.wikipedia.org/wiki/Undang_undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
[3] Jazim Hamidi dan Malik, Hukum
Perbandingan Konstitusi, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2009,
hlm150-151
[4] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1999, hlm 147
[5] Ibid, hlm 146
[6] Khoirul
Anam, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Op.cit
, hlm 141
[7] Antonius Tarigan, Perubahan Administrasi Publik Case: The Republic of Ireland
(Neil Collins & Mary O’Shea), Makalah
hlm 1
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] K.C. Wheare, Modern
Constitution, diterjemahkan oleh Muhammad Hardani ,Konstitusi-konstitusi Modern, Surabaya : Pustaka Eureka, hlm 133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar